Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2009

PANDUAN PRAKTIS UNTUK MENGAJARKAN PERCAKAPAN BAHASA BATAK

Parlin Pardede (FKIP-UKI Jakarta) Pendahuluan Dalam hidupnya, setiap orang perlu berkomunikasi dengan orang lain. Karena alat media komunikasi manusia utama adalah bahasa, maka setiap orang normal biasanya menguasai minimal satu bahasa, yaitu bahasa ibunya. Orang seperti ini disebut “monolingualis”, seperti “halak hita” yang seumur hidupnya tidak pernah keluar dari kampungnya, tidak pernah berhubungan dengan orang atau kebudayaan di luar Batak (baik melalui pendidikan, pergaulan, atau media—seperti buku, TV, Koran, radio, dll.). Tidak sedikit orang, khususnya yang berhubungan dengan orang atau budaya dari luar budayanya, yang menguasai dua, tiga, atau lebih banyak bahasa sekaligus, meskipun dengan tingkat penguasaan yang beragam. Setiap “Halak hita” yang merantau cukup lama ke Jakarta pasti menguasai minimal bahasa Batak (selanjutnya disingkat BB) dan bahasa Indonesia (selanjutnya disingkat BI). Orang seperti ini disebut “bilingualis” Mungkin juga dia menguasai satu atau lebih bahasa l

ESENSI PEMAHAMAN LINTAS BUDAYA DALAM PENERJEMAHAN NOVEL ANIMAL FARM

(Parlindungan Pardede) Abstrak Tulisan ini membahas sebuah studi kasus berupa penerjemahan dua bab pertama sebuah novel dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Pembahasan berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang timbul karena banyaknya perbedaan unsur-unsur budaya antara bahasa sumber (BS) dan bahasa target (BT) dan bagaimana permasalahan-permasalahan itu diatasi selama proses penerjemahan. Pendahuluan Tulisan ini didasarkan pada upaya meng adaptasi aspek-aspek budaya yang dilakukan sewaktu men erjemah k an Bab I dan II Animal Farm, novel terbaik karya George Orwell. Novel ini menarik dibaca , karena meskipun ceritanya merupakan fabel yang sederhana sehingga mudah dipahami , isu yang dihadirkan di dalamnya sangat serius. M elalui cerita yang sederhana itu, Orwell mengungkapkan pesan moral tentang hakikat kekuasaan yang mendalam. Walaupun ceritanya sederhana, novel ini merupakan sebuah satir politik yang mengkritik rejim-rejim totaliter secara